Setelah mendengar dari para
penceramah beberapa hari ini yang mengukapkan tentang hikmah, keagungan dan
keutamaan bulan Ramadhan bagi saya pribadi masih belum cukup bisa menggambarkan
kedahsyatannya. Kenapa? Karena selalu ada saja yang bisa digali dan diungk ap seperti
sebuah sumur, semakin digali semakin banyak air keluar tanpa ada habisnya.
Ramadhan bisa dilihat dari sudut
pandang berbeda tetapi kesemuanya menampakkan keagungan dan kemuliannya,
Contoh: -dari segi Kesehatan, Kependidikan, Sosial Kemasyarakatan, Ekonomi, Manajemen,
dan yang pasti Spiritual, dll
Pada kali ini izinkan saya membahas
Dahsyatnya Ramadhan salah satunya karena ada dahsyatnya Do’a:
Ramadhan adalah bulannya ahlul
munajat, bulan berpesta bagi hamba-hamba Allah yang tak pernah bosan dan letih
memanjatkan do’a kepada-Nya. Mari kita
sama-sama merenungkan satu ayat mulia berikut ini, yang urutannya dalam mushaf
al-Qur-aan berada di antara ayat-ayat yang berbicara tentang Ramadhan (ayat
183 s.d. ayat 187, QS. al-Baqarah):
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي
فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي
وَلْيُؤْ
مِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan jika hamba-hamba-Ku bertanya
kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, maka (katakanlah bahwa) sesungguhnya Aku
dekat. Aku mengabulkan permohonan hamba yang berdo’a jika ia memohon kepada-Ku.
Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala) perintah-Ku, dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” [QS. Al-Baqarah:
186]
Keberadaan ayat ini di tengah-tengah
ayat tentang Ramadhan, mengandung hikmah yang begitu mendalam. Al-Hafizh Ibnu
Katsir mengupas hikmah tersebut dalam kitab tafsirnya yang terkenal, beliau
mengatakan, yang artinya :
“Firman Allah ta’ala pada ayat ini perihal
motivasi berdo’a yang disebutkan di sela-sela ayat tentang hukum-hukum seputar
puasa (Ramadhan), menyiratkan petunjuk untuk bersungguh-sungguh dalam berdo’a
saat menyempurnakan puasa, bahkan saat berbuka...” [Tafsir Ibnu Katsir: I/hal.
471, cet. Daar Ibnu Hazm 1419-H]
Sejarah emas Islam mencatat
bahwasanya kemenangan terbesar umat ini pada Perang Badr terjadi di bulan
Ramadhan, tepatnya 2 tahun setelah hijrah. Dan itu tentu saja tidak lepas dari
sebab munajat dan do’a kepada Rabbul ‘Aalamiin. Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu
mengisahkan:
“Sungguh aku melihat kami pada malam
(perang) Badr, di mana tidak ada satu pun di antara kami melainkan ia tertidur,
kecuali Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam, beliau sholat menghadap
pohon dan berdo’a (kepada Allah) sampai subuh...” [Hadist Shahih, riwayat Ahmad
no. 1161]
Dan kita tahu bahwa keeseokan
harinya, Allah menjawab do’a tersebut dengan menurunkan ribuan bala tentara
Malaikat untuk menolong kaum muslimin yang berjumlah sedikit dan lemah waktu
itu. Ini adalah salah satu bukti, betapa dahsyatnya do’a di bulan yang suci
ini. Mereka yang dekat dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam,
sangat memahami betapa Ramadhan adalah waktu yang istimewa untuk memanjatkan
do’a tanpa rasa takut akan ditolak. Lihatlah bagaimana ‘Aisyah radhiallahu’anha
meminta do’a khusus dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk
dibaca saat Lailatul Qadr, beliau radhiallahu’anha berkata:
Wahai Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam, jikalau aku mendapati satu malam (Ramadhan) ternyata
adalah Lailatul Qadr, maka do’a apa yang aku ucapkan? Maka Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam menjawab; ucapkanlah:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ
تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha
Pemaaf lagi Maha Pemurah. Engkau mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” [Sunan
Ibnu Majah no. 3850, dishahihkan al-Albani]
FAKTOR PENDUKUNG KEKUATAN DO’A
1.
Yakin Akan
Terkabulnya Do’a
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa
salam bersabda: “Berdo’alah kepada Allah, disertai keyakinan kalian akan
ijabah (terkabulnya do’a), dan ketahuilah oleh kalian, bahwa Allah tidak
menerima do’a dari hati yang lupa lagi lalai” [Hadits Hasan, lihat ash-Shahihah:
596]
Do’a yang dipanjatkan seorang hamba
tidak akan memberikan pengaruh apa-apa baginya, selama hatinya hampa dari
mengingat Allah. Lalai dari Allah (sebagai Dzat yang menjadi tujuan do’anya),
justru akan membatalkan dan melemahkan kekuatan do’anya.
2.
Menjaga
Kehalalan
Darah dan daging yang tumbuh dari
makanan yang haram bisa menjadi penghalang utama terkabulnya do’a seorang
hamba, sekalipun hamba tersebut telah mewujudkan faktor-faktor terbesar
terkabulnya do’a. Disebutkan dalam hadits yang shahih:
“(Bahwasanya Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa salam) berkisah tentang seorang laki-laki yang melakukan
perjalanan jauh, rambutnya kusut dan berdebu, dia mengangkat tangannya tinggi
ke langit seraya berseru, Yaa Rabb.... Ya Rabb....(menandakan hajatnya yang
sangat mendesak), namun (ternyata) makanan yang dikonsumsinya haram, pakaiannya
bersumber dari yang haram, dan tumbuh dari bekal yang haram. Maka bagaimana
mungkin do’anya akan dikabulkan?” [Shahih Muslim no. 1015]
Para ulama menjelaskan bahwa
laki-laki yang dikisahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam dalam
hadits di atas telah mengumpulkan beberapa faktor terbesar yang bisa
menyebabkan terkabulnya do’a, di antaranya adalah; kondisi musafir, ditambah
lagi kebutuhan genting yang mendesak, serta sifat ketundukan dan kehinaan dalam
meminta kepada Allah. Namun semua itu ternyata tidak berarti apa-apa di hadapan
Allah, karena sang hamba bergelut dengan keharaman dan jauh dari yang halal.
3.
Sikap
Memelas Kepada Allah
Hendaknya seorang hamba menampakkan
rasah butuhnya yang mendesak kepada Allah tatkala berdo’a. Hendaknya ia
memperlihatkan keputusasaannya dari segenap kekuatan dan penolong kecuali dari
Allah semata.
Di dalam Kitab az-Zuhd (hadits no.
7) karya Imam Ahmad rahimahullaah, disebutkan bahwasanya seorang ulama salaf
mengatakan:
“Aku tidak menemukan gambaran yang
lebih pantas bagi seorang mukmin (ketika berdo’a) daripada gambaran (rasa takut
dan harap) seorang laki-laki di atas sepotong kayu di tengah lautan, lalu dia
menyeru; Yaa Rabb...Yaa Rabb..., agar sudi kiranya Allah menyelamatkannya.”
4.
Jangan
Tergesa-gesa dan Putus Asa
Janganlah seorang hamba berprasangka
buruk kepada Allah dengan menganggap do’anya lambat terkabul atau tidak dijawab
sama sekali, sehingga ia menyerah dan berputus asa dari do’a.
Dalam Shahih Muslim (no. 2735)
disebutkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda (yang
artinya):
“Senantiasa akan dikabulkan do’a
seorang hamba selama ia tidak berdo’a dengan do’a yang mengandung dosa atau
pemutusan silaturrahim, dan juga selama ia tidak tergesa-gesa. Ditanyakan
kepada beliau: Wahai Rasulullah r, apa yang dimaksud tergesa-gesa? Beliau
menjawab: Jika seseorang berkata; ‘Aku telah berdo’a dan berdo’a, namun aku
belum melihat do’a-ku dikabulkan, maka ia pun berputus asa lantas meninggalkan
do’a”
5.
Mencari
Waktu Ijabah
Di antara waktu-waktu terkabulnya
do’a berdasarkan dalil yang shahih adalah; sepertiga malam yang akhir
(kira-kira tengah malam sampai menjelang shubuh), waktu antara adzan dan
iqomah, pada saat turun hujan, saat sujud dalam shalat, dan tentu saja pada
saat berpuasa di bulan Ramadhan, sebagaimana disebutkan dalam hadits:
“Ada tiga orang yang do’anya tidak
akan ditolak; seseorang yang berpuasa hingga ia berbuka, pemimpin yang adil,
dan do’anya orang yang terzhalimi.” [Hadits Hasan riwayat at-Tirmidzi, lih.
Al-Kalimut Thoyyib no. 163]
***
Ringkasan dan modifikasi artikel yang ditulis: Ust. Fakhruddin Abdurrahman, Lc.
MARI HIDUP SEHAT BERSAMA ENERGZE WATER.. !